tentang aku

Foto saya
seseorang yang begitu fanatik dengan mancherter united dan kartu,dan film kesukaan transformers

Kamis, 10 Mei 2012

Tak Ada "Segitiga Bermuda" di Gunung Salak

Medan magnet terbesar di Gunung Sadu, Kecamatan Soreang, Bandung.
 Jum'at, 11 Mei 2012, 05:55 WIB
VIVAnews - Meski tak ada kaitannya, istilah "Segitiga Bermuda" disebut-sebut dalam tragedi jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 (SSJ-100) saat melakukan 'joy flight' dari Lapangan Udara Halim Perdanakusuma menuju Pelabuhan Ratu, Rabu 9 Mei 2012.

Merujuk ke Segitiga Bermuda--garis imajiner yang menghubungkan  tiga wilayah yaitu Bermuda, San Juan - Puerto Rico, dan Miami di Amerika Serikat--Gunung Salak, lokasi jatuhnya Sukhoi, disebut-sebut memiliki medan magnet besar.

Benarkah demikian?

Ahli geologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Budi Brahmantyo mengatakan setiap gunung di dunia memang memiliki medan magnet pada bebatuannya. "Namun, pengaruh magnetnya tidak terlalu besar," kata dia kepada VIVAnews.com, Kamis 10 Mei 2012.

Demikian pula di Gunung Salak. "Saya nyatakan, tidak ada
kaitannya dengan medan magnet yang berada di  batu-batuan gunung tersebut. Itu secara ilmu geologi," kata dia.

Kalaupun ada medan magnet, yang saking besarnya hingga bisa menyedot pesawat terbang, pasti efeknya akan terlihat di wilayah sekitarnya. "Kayaknya akan terjadi gempa dan bahkan menara-menara di kawasan Gunung Salak akan tersedot medan magnet tersebut," tambah dia. Namun, yang terjadi tidaklah demikian.

Sepengetahuannya, Budi menambahkan, jatuhnya Sukhoi di Bogor disebabkan oleh tekanan udara yang berubah begitu cepat di atas kawah. "Itu pandangan saya secara geologi," kata dia.

Dosen ITB tersebut menambahkan, di Indonesia, jalur penerbangan memang melintasi gunung, baik gunung api maupun yang sudah nonaktif.

Lantas di manakah gunung yang memiliki medan magnet terbesar? "Sepanjang penelitian saya medan magnet yang paling besar di Indonesia di Gunung Sadu, di Kecamatan Soreang, Bandung," kata dia.

Itu pun, pengaruh medan magnet dari batuannya hanya setengah meter. "Itu yang paling besar. Jadi, mengaitkan kecelakaan Sukhoi dengan Segitiga Bermuda, atau  dengan medan magnet, tidak benar," kata dia.

Bahkan, Budi menambahkan, hingga saat ini pun belum diketahui persis apa yang membuat puluhan kapal dan pesawat hilang di kawasan yang disebut Segitiga Bermuda. "Hingga saat ini fenomena Segitiga Bermuda masih misterius dikaji oleh ahli geologi dunia," kata dia.

Bantahan senada sebelumnya juga diungkapkan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono. Ia mengatakan, jatuhnya pesawat Sukhoi di Gunung Salak tidak disebabkan oleh medan magnet bumi.

"Semua ciptaan Tuhan ini ada medan magnetnya, hanya saja tidak terlalu besar porsinya. Seperti yang terjadi di atas Gunung Salak, di mana tidak ada kaitannya dengan medan magnet bumi atau yang banyak disebut sebagai 'Segitiga Bermuda'," terang Surono kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis 10 Mei 2012.

Surono menjelaskan, jika memang pesawat saat di atas puncak gunung masuk ke ruang hampa udara itu bisa saja karena adanya tekanan awan dan angin yang begitu kencang. "Faktor angin di atas ketinggian gunung tersebut,  menjadi faktor penyebab pesawat berada di ruang hampa  udara, jadi bukan karena magnet bumi atau apa yang  disebut 'Segitiga Bermuda'," kata Surono.

Penyebab masih misterius
Apa yang membuat pesawat anyar dengan kondisi prima itu hilang 21 menit setelah tinggal landas, dan ditemukan pecah di tebing Puncak I Gunung Salak, masih misterius: apakah karena faktor alam, manusia, atau kondisi pesawat.

Keterangan yang muncul saat ini baru sebatas dugaan. Sebelumnya, Koordinator Rescue PT Dirgantara Indonesia Bambang Munardi memperkirakan pesawat Sukhoi Superjet-100 jatuh karena masuk ruang hampa. Itu diduga jadi alasan kenapa pilot minta izin turun dari ketinggian 10.000 kaki ke 6.000 kaki.

Bambang menjelaskan, pesawat kemungkinan masuk ruang hampa udara di ketinggian antara 10.000 kaki sampai 6000 kaki. "Turun drastis dalam waktu relatif singkat. Sangat sulit pesawat bertahan dalam kondisi itu," jelasnya. Dalam kondisi seperti itu, imbuhnya, pilot pesawat harus memiliki keahlian khusus untuk menstabilkan pesawat.

Selain itu, pesawat juga harus punya teknologi untuk mengatasi masalah ini. "Kami belum tahu catatan pilot dan kemampuan teknologi pesawat Sukhoi ini," kata dia.
sumber

0 komentar:

Posting Komentar